A. Pengertian Pemuda
Pemuda adalah
golongan manusia-manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan
pengembangan ke arah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi
pengembangan yang kini telah berlangsung. Pemuda Indonesia dewasa ini sangat
beraneka ragam, terutama bila dikaitkan dengan kesempatan pendidikan.
Keragaman tersebut pada dasarnya tidak mengakibatkan perbedaan dalam pembinaan
dan pengembangan generasi muda. Kedudukan pemuda dalam masyarakat adalah
sebagai mahluk moral, mahluk sosial. Artinya beretika, bersusila,
dijadikan sebagai barometer moral kehidupan bangsa dan pengoreksi.
Sebagai mahluk sosial artinya pemuda tidak dapat berdiri sendiri, hidupbersama-sama,
dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma, kepribadian, dan pandangan
hidup yang dianut masyarakat. Sebagai makhluk individual artinya tidak
melakukan kebebasan sebebasbebasnya, tetapi disertai ras tanggung jawab
terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, dan terhadap Tuhan Yang maha
Esa.
Secara hukum pemuda
adalah manusia yang berusia 15 – 30 tahun, secara biologis yaitu manusia yang sudah mulai
menunjukkan tanda-tanda kedewasaan seperti adanya perubahan fisik, dan secara agama adalah manusia
yang sudah memasuki fase aqil baligh yang ditandai dengan mimpi basah dan
keluarnya darah haid bagi wanita. Di dalam masyarakat, pemuda merupakan
satu identitas yang potensial. Kedudukannya yang strategis sebagai penerus cita
– citaperjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan bangsanya.
B. Pengertian sosialisasi
Proses kehidupan yang dialami oleh para pemuda Indonesia
tiap hari baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat membawa
pengauh yang besar pula dalam membina sikap untuk dapat hidup di masyarakat.
Proses demikian itu bisa disebut dengan istilah sosialisasi
C. Internalisasi belajar dan
sosialisasi
Internalisasi adalah proses norma-norma kemasyarakatan yang
tidak berhenti sampai institusionalisasi saja,akan tetapi mungkin norma-norma
tersebut sudah mendarah daging dalam jiwa anggota-anggota masyarakat.
Norma-norma ini kadang dibedakan antara norma-norma ;
- Norma-norma
yang mengatur pribadi yang mencakup norma kepercayaan yang bertujuan agar
manusia berhati nurani yang bersih.
- Norma-norma
yang mengatur hubungan pribadi, mencakup kaidah kesopanan dan kaidah hukum
serta mempunyai tujuan agar manusia bertingkah laku yang baik dalam pergaulan
hidup dan bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup.
D. Proses
Sosialisasi
- · George Herbet
George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang
dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat
seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk
untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai
melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata "makan" yang
diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan
"mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak.
Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan
kenyataan yang dialaminya.
Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak
menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini
mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya,
kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan
seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain,
kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk
pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang
telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang
dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak
menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini
disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan
oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh
kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat
sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama.
Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan
bekerja sama denganteman-temannya. Pada tahap ini
lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks.
Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah.
Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai
dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa
ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized
other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia
sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata
lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang
berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa
menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang
lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri
pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
·
Charles
H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya.
Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui
interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass
self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.
1. Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.'
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat
dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu
menang di berbagai lomba.
2. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.'
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang
anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu
memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari
perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan
dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada
orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin
merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada
apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh
informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
3. Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian
tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang
hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.
E. Peranan sosial Pemuda dan
Mahasiswa di masyarakat
Creator of Change
Selama ini kita mendengar bahwa peranan mahasiswa hanya
sebagai agen perubahan. Penulis mengatakan itu tidaklah benar, mengapa? Karena
dalam defininya kata ”agen” hanya merujuk bahwa mahasiswa hanyalah sebagai
pembantu atau bahkan hanya menjadi objek perubahan, bukan sebagai pencetus
perubahan. Inilah alasan mengapa saat ini peranan mahasiswa banyak yang
diboncengi pencetus perubahan lain seperti partai politik, ormas, dan lainnya.
Melihat dari kata ”pencetus”, mahasiswa seharusnya dapat bergerak independen,
sesuai dengan idealisme mereka.
Hal ini dapat lihat, ketika kondisi bangsa ini sekarang
tidaklah ideal, banyak sekali permasalahan bangsa yang ada, mulai dari korupsi,
penggusuran, ketidakadilan, dan lain sebagainya. Mahasiswa yang mempunyai
idealisme sudah seharusnya berpikir dan bertindak bagaimana mengembalikan
kondisi negara menjadi ideal. Lalu, apa yang menjadi alasan untuk berubah?
Secara substansial, perubahan merupakan harga mutlak, setiap kebudayaan dan
kondisi pasti mengalami perubahan walaupun keadaanya tetap diam –sudah menjadi
hukum alam. Sejarah telah membuktikan, bahwa perubahan besar terjadi di tangan
generasi muda mulai dari zaman nabi, kolonialisme, reformasi, dan lain
sebagainya. Maka dari itu, mahasiswa dituntut bukan hanya menjadi agen
perubahan saja, melainkan pencetus perubahan itu sendiri yang tentunya ke arah
yang lebih baik.
Iron Stock
Peranan mahasiswa yang tak kalah penting adalah iron
stock atau mahasiswa dengan ketangguhan idealismenya akan menjadi
pengganti generasi-generasi sebelumny, tentu dengan kemampuan dan akhlak mulia.
Dapat dikatakan, bahwa mahasiswa adalah aset, cadangan, dan harapan bangsa masa
depan. Peran organisasi kampus tentu mempengaruhi kualitas mahasiswa,
kaderasasi yang baik dan penanaman nilai yang baik tentu akan meningkatkan
kualitas mahasiswa yang menjadi calon pemimpin masa depan. Pasti timbul
pertanyaan, bagaimana cara mempersiapkan mahasiswa agar menjadi calon pemimpin
yang siap pakai? Tentu jawabannya adalah dengan memperkaya pengetahuan yang ada
terhadap masyarakatnya. Selain itu, mempelajari berbagai kesalahan yang ada
pada generasi sebelumnya juga diperlukan sehingga menjadi bahan evaluasi dalam
pengembangan diri.
Ada satu pertanyaan yang menggelitik bagi saya, mengapa
bernama iron stock? Bukan goldenatau silver stock? Hal
ini masuk akal, karena sifat besi itu sendiri yang berkarat dalam jangka waktu
lama, sehingga diperlukan pengganti besi-besi sebelumnya. Filosofi ini dapat
dibenarkan, karena manusia yang disimbolkan sebagai besi tentu akan mati dan
kehilangan tenaganya, maka dari itu dibutuhkan generasi manusia baru sebagai
pengganti yang lebih baik.
Social Control
Peran mahasiswa sebagai kontrol sosial terjadi ketika ada
yang tidak beres atau ganjil dalam masyarakat dan pemerintah. Mahasiswa dengan
gagasan dan ilmu yang dimilikinya memiliki peranan menjaga dan memperbaiki
nilai dan norma sosial dalam masyarakat. Mengapa harus menjadi social
control? Kita semua tahu, bahwa mahasiswa itu sendiri lahir dari rahim
rakyat, dan sudah seyogyanya mahasiswa memiliki peran sosial, peran yang
menjaga dan memperbaiki apa yang salah dalam masyarakat.
Saat ini di Indonesia, masyarakat merasakan bahwa pemerintah
hanya memikirkan dirinya sendiri dalam bertindak. Usut punya usut, pemerintah
tidak menepati janji yang telah diumbar-umbar dalam kampanye mereka. Kasus
hukum, korupsi, dan pendidikan merajalela dalam kehidupan berbangsa bernegara.
Inilah potret mengapa mahasiswa yang notabene sebagai anak rakyat harus
bertindak dengan ilmu dan kelebihan yang dimilikinya. Lalu bagaimana cara agar
mahasiswa dapat berperan sebagai kontrol sosial? Mahasiswa harus menumbuhkan
jiwa sosial yang peduli pada keadaan rakyat yang mengalami penderitaan,
ketidakadilan, dan ketertindasan. Kontrol sosial dapat dilakukan ketika
pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan yang merugikan rakyat, maka dari itu
mahasiswa bergerak sebagai perwujudan kepedulian terhadap rakyat.
Pergerakan mahasiswa bukan hanya sekedar turun ke jalan
saja, melainkan harus lebih substansial lagi yaitu diskusi, kajian dan lain
sebagainya. Bukan hanya itu, sifat peduli terhadap rakyat juga dapat
ditunjukkan ketika mahasiswa dapat memberikan bantuan baik secara moril dan
materil bagi siapa saja yang membutuhkannya.
Moral Force
Moral force atau kekuatan moral adalah fungsi yang
utama dalam peran mahasiswa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lalu
mengapa harus moral force? Mahasiswa dalam kehidupannya dituntut
untuk dapat memberikan contoh dan teladan yang baik bagi masyarakat. Hal ini
menjadi beralasan karena mahasiswa adalah bagian dari masyarakat sebagai kaum
terpelajar yang memiliki keberuntungan untuk menempuh pendidikan yang lebih
tinggi.
Kini, peran mahasiswa yang satu ini telah banyak
ditinggalkan, banyak kegiatan mahasiswa yang berorientasi pada kehidupan
hedonisme. Amanat dan tanggung jawab yang telah dipegang oleh mahasiswa sebagai
kaum terpelajar telah ditinggalkan begitu saja. Jika ini terjadi, kegiatan
mahasiswa bukan lagi berorientasi pada rakyat, hal ini pasti akan menyebabkan
generasi pengganti hilang. Maka dari itu, peran moral force sangat
dibutuhkan bagi mahasiswa Indonesia yang secara garis besar memiliki goal menjadikan
negara dan bangsa ini lebih baik.
Mahasiswa dengan segala keunikan dan kelebihannya masih
sangat rentan, sebab posisi mahasiswa yang dikenal sebagai kaum idealis harus
berdiri tegap di antara idealisme mereka dan realita kenyataan. Realita ini
yang ada dalam masyarakat, di saat mahasiswa tengah berjuang membela idealisme
mereka, tenyata di sisi lain realita yang terjadi di masyarakat semakin buruk.
Saat mahasiswa berpihak pada realita, ternyata secara tak sadar telah
meninggalkan idealisme dan ilmu yang seharusnya di implementasikan. Inilah yang
menjadi paradoks mahasiswa saat ini.
Posisi mahasiswa di masyarakat juga masih dianggap sebagai
kaum ekslusif, kaum yang hanya bisa membuat kemacetan di kala aksi, tanpa
sekalipun memberikan hasil yang konkret, yang dapat dirasakan oleh masyarakat.
Dengan kata lain, perjuangan dan peran mahasiswa saat ini telah kehilangan
esensinya sehingga masyarakat sudah tidak menganggap peran mahasiswa sebagai
suatu harapan. Inilah paradigma yang seharusnya diubah, jurang lebar antara
masyarakat dan mahasiswa harus dihapuskan.
http://eprints.uny.ac.id/9356/2/bab%202%20_NIM%2008102241022.pdf, http://ocw.gunadarma.ac.id/course/computer-science-and-information/information-system-s1-1/ilmu-sosial-dasar/pemuda-dan-sosialisasi, http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisasi, http://www.gobookee.org/macam-macam-proses-sosialisasi/, http://www.anakui.com/2010/02/23/peran-mahasiswa-indonesia-paling-ideal-creator-of-change-iron-stock-social-control-moral-force/
No comments:
Post a Comment